Kamis, 04 November 2010

Hukum Orang Yang Bercukur Sebelum Berkurban Atau Berkurban Sebelum Melontar Jumrah

Hukum orang yang bercukur sebelum berkurban atau berkurban sebelum melontar jumrah

عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ. قَالَ:
وَقَفَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فِي حِجَّةِ الْوَدَاعِ، بِمِنَى، لِلنَّاسِ يَسْأَلُوْنَهُ. فَجَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ ! لَمْ أَشْعُرْ، فَحَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَنْحَرَ. فَقَالَ “اِذْبَحْ وَلاَ حَرَجَ” ثُمَّ جَاءَهُ رَجُلٌ آخَرَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ ! لَمْ أَشْعُرْ فَنَحَرْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ. فَقَالَ “اِرْمِ وَلاَ حَرَجَ”. قَالَ: فَمَا سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ شَيْءٍ قُدِمَ وَلاَ أُخِرَ، إِلاَّ قَالَ : اِفْعَلْ وَلاَ حَرَجَ

Hadis riwayat Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
Pada haji Wada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam pernah berhenti di daerah Mina agar para sahabat dapat bertanya kepada beliau. Kemudian datanglah seorang lelaki bertanya: Wahai Rasulullah! Tanpa sadar aku telah bercukur sebelum menyembelih kurban. Beliau menjawab: Tidak apa-apa, sembelihlah kurbanmu! Kemudian datang lagi lelaki lain bertanya: Wahai Rasulullah! Tanpa sadar aku telah menyembelih kurban sebelum melontar. Beliau menjawab: Tidak apa-apa, melontarlah! Dia (Abdullah bin Amru bin Ash) melanjutkan: Setiap kali Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam ditanya tentang suatu perkara yang didahulukan atau diakhirkan, beliau menjawab: Tidak apa-apa, kerjakanlah!

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قِيْلَ لَهُ: فِي الذَّبْحِ، وَالْحَلْقِ، وَالرَّمْيِ، وَالتَّقْدِيْمِ، وَالتَّأْخِيْرِ، فَقَالَ :لاَحَرَجَ

Hadis riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu:
Bahwa Nabi Shallallahu alaihi wassalam pernah ditanya mengenai masalah mendahulukan dan mengakhirkan penyembelihan kurban, mencukur serta melontar lalu beliau menjawab: Tidak apa-apa

Hukum Orang Yang Bercukur Sebelum Berkurban Atau Berkurban Sebelum Melontar Jumrah

Hukum orang yang bercukur sebelum berkurban atau berkurban sebelum melontar jumrah

عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ. قَالَ:
وَقَفَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فِي حِجَّةِ الْوَدَاعِ، بِمِنَى، لِلنَّاسِ يَسْأَلُوْنَهُ. فَجَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ ! لَمْ أَشْعُرْ، فَحَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَنْحَرَ. فَقَالَ “اِذْبَحْ وَلاَ حَرَجَ” ثُمَّ جَاءَهُ رَجُلٌ آخَرَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ ! لَمْ أَشْعُرْ فَنَحَرْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ. فَقَالَ “اِرْمِ وَلاَ حَرَجَ”. قَالَ: فَمَا سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ شَيْءٍ قُدِمَ وَلاَ أُخِرَ، إِلاَّ قَالَ : اِفْعَلْ وَلاَ حَرَجَ

Hadis riwayat Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
Pada haji Wada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam pernah berhenti di daerah Mina agar para sahabat dapat bertanya kepada beliau. Kemudian datanglah seorang lelaki bertanya: Wahai Rasulullah! Tanpa sadar aku telah bercukur sebelum menyembelih kurban. Beliau menjawab: Tidak apa-apa, sembelihlah kurbanmu! Kemudian datang lagi lelaki lain bertanya: Wahai Rasulullah! Tanpa sadar aku telah menyembelih kurban sebelum melontar. Beliau menjawab: Tidak apa-apa, melontarlah! Dia (Abdullah bin Amru bin Ash) melanjutkan: Setiap kali Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam ditanya tentang suatu perkara yang didahulukan atau diakhirkan, beliau menjawab: Tidak apa-apa, kerjakanlah!

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ؛ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قِيْلَ لَهُ: فِي الذَّبْحِ، وَالْحَلْقِ، وَالرَّمْيِ، وَالتَّقْدِيْمِ، وَالتَّأْخِيْرِ، فَقَالَ :لاَحَرَجَ

Hadis riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu:
Bahwa Nabi Shallallahu alaihi wassalam pernah ditanya mengenai masalah mendahulukan dan mengakhirkan penyembelihan kurban, mencukur serta melontar lalu beliau menjawab: Tidak apa-apa

Rabu, 03 November 2010

Dalam Al Qur'an, Allah Memberikan Bimbingan Bagi Orang Yang Beriman Agar Berdoa Pada Usia 40 Tahun

Allah dalam Al Qur’an mengajarkan kepada kita untuk berdoa pada ketika usia kita telah mencapai 40 tahun
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Maksudnya :
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS al Ahkaf : 15 )
Satu ayat yang sangat baik yang mengandungi doa tanda kesyukuran.
Allah menyebut pada umur 40 tahun, mengapa Allah memilih umur 40 tahun ?.
Antara umur 30 – 40 tahun sesaorang itu berada pada tahap puncak kelakiannya dan. Selepas 40 tahun mungkin pula keupayan kerohaniannya akan meningkat.
Memetik dari tafsir ayat 15 surah al ah Kaf ayat ini menceritakan kelebihan Abu Bakar r.a. Beliau merupakan sahabat karib Nabi s.a.w. sejak berusia 18 tahun. Semasa Muhammad s.a.w menjadi Nabi , usia Abu Bakar r.a ialah 38 tahun. Berkat usahanya berdakwah pada umurnya sekitar 40 tahun beliau berjaya mengislamkan ayah, ibu dan anak-anaknya. Ayat ini mengajar kita cara untuk bersyukur kepada Allah. kita juga wajar mengamalkan doa ini sebagai tanda bersyukur atas nikmat iman dan Islam yang turut dinikmati keluarga kita.
Membaca doa kesyukuran dari ayat di atas teringat pula kepada doa nabi Sulaiman a.s pada ayat 19 surah an Naml :
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
Maksudnya :
“Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”.


Firman Allah dalam Al Qur’an:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: ‘Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku da kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri‘.(QS. 46:15)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Ahqaaf 15
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (15)
Diriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan Abu Bakar Sidiq. Beliau termasuk orang yang beruntung karena beliau sendiri termasuk sahabat Nabi yang paling dekat; putri beliau istri Rasulullah saw; kedua orang tuanya yaitu Abu Quhafah dan Ummul Khair binti Shakhar bin Amir telah masuk Islam, demikian pula anak-anak beliau yang lain dan saudara saudaranya Beliau bertobat, bersyukur dan berdoa kepada Allah SWT. karena memperoleh nikmat yang tiada taranya ini.
Allah SWT. memerintahkan agar semua manusia berbuat ihsan kepada dua orang ibu bapaknya, baik di waktu hidup maupun setelah meninggal dunia nanti. Berbuat ihsan ialah melakukan semua perbuatan yang baik sesuai dengan yang diperintahkan agama. Berbuat ihsan kepada orang tua ialah menghormatinya, memelihara, dan memberi nafkah apabila ia telah tidak mempunyai penghasilan lagi, sedangkan berbuat ihsan kepada kedua orang tua setelah meninggal dunia ialah selalu mendoakannya kepada Allah agar diberi pahala dan diampuni segala dosanya. Berbuat ihsan kepada kedua orang tua termasuk amal yang tinggi nilainya di sisi Allah, sedangkan durhaka kepadanya termasuk perbuatan dosa besar.
Anak merupakan sambungan hidup bagi kedua orang tuanya, cita-cita atau perbuatan yang tidak dapat dilakukan semasa hidupnya, diharapkan anaknya nanti yang melanjutkannya sekalipun ia telah meninggal dunia. Karena itu, anak juga merupakan harapan orang tuanya, bukan saja harapan se waktu ia masih hidup, tetapi juga harapan setelah ia meninggal dunia. Dalam hadis Rasulullah saw. diterangkan bahwa di antara amal yang tidak akan putus-putus pahalanya diterima oleh manusia sekalipun ia telah meninggal dunia nanti ialah amal, ibadat, dan doa dari anak-anaknya yang saleh yang selalu mendoakannya.
Rasulullah saw bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إذا مات الإنسات انقطع عمله إلا من ثلاث: ولد صالح يدعوله أو صدقة جارية من بعده أو علم ينتفع به
Artinya:
Apabila manusia meninggal dunia terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: dan anak yang saleh yang selalu mendoakannya atau sedekah jariah yang diberikan sebelum ia meninggal dunia atau sesudah mati, atau ilmu yang dapat dimanfaatkan. (H.R. Muslim)
Dari hadis ini disimpulkan bahwa orang tua hendaklah mendidik anaknya agar anak-anaknya itu menjadi orang yang taat kepada Allah, suka beramal saleh, melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan larangan Nya. Pendidikan dapat dilakukan berbagai macam cara, misalnya, dengan pendidikan sebagainya. Hanya anak-anak yang saleh, yang taat kepada Allah dan suka beramal saleh yang dapat berbakti dan berdoa untuk orang tuanya. Allah SWT. memerintahkan agar manusia berbuat ihsan kepada kedua orang tuanya. Dalam pada itu, dari ayat ini, Allah SWT. menerangkan dengan khusus sebab-sebab’ mengapa orang harus berbuat baik kepada ibunya. Pengkhususan itu menunjukkan bahwa ibu harus didahulukan dari ayah dalam berbuat ihsan. Sebabnya ialah karena perhatian, usaha, dan penderitaan ibu lebih besar dan banyak dalam memelihara dan mendidik anak di banding dengan perhatian, usaha dan penderitaan yang dialami oleh ayah. Di antara usaha, perhatian, dan penderitaan iba itu ialah:
1. Iba mengandung anak dalam keadaan penuh cobaan, dan penderitaan. Semula dirasakan kandungan itu agak ringan, sekalipun telah mulai timbul perubahan-perubahan dalam dirinya, seperti makan tidak enak, perasaan gelisah, dan sebagainya. Semakin lama kandungan itu semakin berat, bertambah berat kandungan itu bertambah berat pula percobaan yang ditanggung ibu, sampai saat-saat melahirkan, hampir-hampir percobaan itu tidak tertangguhkan lagi, serasa akan putus nyawa yang dikandung badan.
2. Setelah anak lahir, ibu memelihara dan menyusuinya. Masa mengandung dan menyusuinya itu ialah 30 bulan. Ayat Alquran-menerangkan bahwa masa menyusui yang paling sempurna ialah dun tahun. Allah SWT berfirman:

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
Artinya:
Para ibu hendaknya menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (Q.S. Al Baqarah: 233)
Dalam ayat ini, diterangkan bahwa masa menyusui dan hamil itu adalah 30 bulan. Hal ini berarti bahwa ibu harus menumpahkan perhatiannya selama masa hamil dan masa menyusui itu yaitu selama 30 bulan. Sehubungan dengan ayat ini, ada suatu riwayat yaitu seorang wanita melahirkan dalam masa kandungan enam bulan.
Maka diajukanlah perkara kepada Usman bin Affan, Khalifah pada waktu itu. Maka Usman bermaksud melakukan hukum had (merajam) karena disangka telah berbuat zina lebih dahulu sebelum melakukan akad nikah. Maka Ali bin Abu Talib mengemukakan pendapat kepada Us man dengan berkata, “Allah SWT. menyalakan bahwa masa menyusui itu dua tahun (24 bulan), dan dalam ayat ini dinyatakan bahwa masa mengandung dan masa menyusui 3O bulan. Hal ini berarti bahwa masa hamil itu paling kurang 6 bulan. Berarti waktu itu tidak dapat dihukum rajam karena ia melahirkan dalam masa hamil yang ditentukan ayat. Mendengar itu Usman bin Affan mengubah pendapatnya semula dan mengikuti pendapat Ali bin Abu Talib itu
Ibnu Abbas, berkata; “Apabila seorang wanita mengandung selama sembilan bulan, ia cukup menyusui anaknya selama 21 bulan, apabila ia mengandung 7 bulan, cukup ia menyusui anaknya 23 bulan, dan apabila ia mengandung 6 bulan ia menyusui anaknya selama 24 bulan. Pada saat ini, telah menjadi kebiasaan di kalangan ibu-ibu, tidak menyusui anaknya, cukup diberi susu bubuk, dan sebagainya. Tindakan ini jelas tidak sesuai dengan yang dianjurkan Allah SWT, sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta, Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi. Sekalipun telah diadakan penyelidikan terhadap ibu-ibu tentang perkembangan seseorang anak karena pengaruh tidak disusui ibunya itu penyelidikan itu belum sampai dapat mengungkapkan sampai di mana pengaruhnya kepada perkembangan watak seseorang anak dihubungkan dengan cita-cita orang tua terhadap anaknya sesuai dengan yang digariskan agama. Yang jelas ialah cita-cita seorang tua terhadap anaknya, terutama bagi seorang muslim, tidak hanya anaknya sehat jasmani dun rohani.
Kemudian berpenghasilan baik setelah besar, dan dapat membantu kedua orang tuanya saja, melainkan yang lebih utama ialah agar anaknya menjadi seorang muslim yang taat dan selalu mendoakannya walaupun ia telah meninggal dunia nanti.
Oleh karena itu, maka amat b1aksanalah kiranya kalau seorang anak disusui dengan air susu ibu (ASI), sesuai dengan ajaran Alquran dan sesuai pula dengan tuntunan ilmu kedokteran, kecuali kalau karena keadaan terpaksa menukarnya dengan susu lain.
3. Ibulah yang paling banyak berhubungan dengan anak dalam memelihara dan mendidiknya, sampai anaknya sangggup berdiri sendiri, sejak dari memandikan, membersihkan pakai an, dan menyiapkan makannya. Kewajiban ibu memelihara dan mendidik anaknya itu tidak saja selama iba terikat dengan perkawinan dengan bapak Si anak, tetapi juga pada saat ia telah bercerai dengan bapak si anak.
Sehubungan dengan itu Rasulullah saw. menjawab pertanyaan seorang sahabat dalam salah satu hadis beliau:
عن بهز بن حكيم عن أبيه عن جده رضي الله عنهم قال: قلت يا رسول الله من أبر؟ قال أمك. قلت ثم من؟ قال أمكز قلت ثم من؟ قال أمك. قلت ثم من؟ قال أباك ثم الأقرب فالأقرب
Artinya:
Dari Bahaz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya mudah-mudahan Allah meridainya, ia berkata, “Aku berkata, “Ya Rasulullah. kepada siapa aku berbakti?”. Rasulullah menjawab, “Kepada ibumu”, Aku berkata. “Kemudian kepada siapa?” Jawab Rasulullah, “kepada ibumu”. Aku berkata, “Kemudian kepada siapa?” Jawab Rasulullah, “Kepada ibumu”. Aku berkata, “Kemudian kepada siapa?” Rasulullah berkata, 5’Kepada ayahmu. kemudian kepada karibmu yang paling dekat, lalu yang paling terdekat”. (H.R. Abu Daud dan Tirmizi)
Ayat ini menerangkan sikap yang baik dari seorang anak kepada orang tuanya yang telah mengasuhnya sejak kecil sampai dewasa di saat-saat orang tuanya itu telah berusia lanjut, telah lemah, telah pikun. Waktu itu Si anak telah berumur sekitar 40 tahun, ia berdoa. “Wahai Tuhanku, berilah aku bimbingan dan petunjuk untuk mensyukuri nikmat-Mu yang tiada taranya yang telah engkau berikan kepadaku, baik yang berhubungan dengan petunjuk sehingga aku dapat melaksanakan perintah-perintah-Mu dan menghentikan larangan-larangan-Mu, maupun petunjuk-petunjuk yang telah Engkau berikan kepada kedua orang tuaku sehingga mereka mencurahkan rasa kasih sayangnya kepadaku, sejak aku masih dalam kandungan, di waktu aku masih kecil sampai aku dewasa sekarang ini.
Wahai Tuhanku, terimalah semua amalku dan tanamkan dalam diriku semangat ingin beramal saleh yang sesuai dengan keridaan-Mu, dan bimbing pula keturunanku mengikuti jalan yang lurus; jadikanlah mereka orang yang bertakwa dan beramal saleh.
Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas berkata, “Barang siapa yang telah mencapai umur 40 taun, sedangkan perbuatan baiknya belum dapat mengalahkan perbuatan jahatnya, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk memasuki neraka”.
Pada riwayat yang lain Ibnu Abbas berkata, “Allah telah memperkenankan doa Abu Bakar, beliau telah memerdekakan 9 orang budak mukmin di antaranya Bilal dan Amir bin Fuhairah. Beliau tidak pernah bermaksud hendak melakukan sesuatu perbuatan baik, melainkan Allah menolongnya. Beliau berdoa, “Wahai Tuhanku, berikanlah kebaikan pada diriku, dengan memberikan kebaikan kepada anak cucuku. Jadikanlah kebaikan dan ketakwaan itu menjadi darah daging bagi keturunanku”. Allah SWT. telah memperkenankan doa beliau. Tidak seorangpun dari anak-anaknya yang tidak beriman kepada Allah; ibu-bapaknya dan anak-anaknya semua beriman. Karena itu tidak seorang pun di antara sahabat-sahabat Rasulullah yang memperoleh keutamaan seperti ini. Pada akhir ayat ini disebutkan peringatan anak yang saleh itu sebagai penutup doanya, “Wahai Tuhanku, perkenankanlah permohonanku karena aku telah bertobat kepada Engkau, atas segala dosa yang telah aku kerjakan, baik yang aku sadar maupun yang tidak aku sadari. Aku berjanji kepada-Mu wahai Tuhanku, tidak akan mengerjakan perbuatan dosa yang seperti itu lagi dan juga segala macam perbuatan dosa yang lain, aku termasuk orang yang menyerahkan diri kepada-Mu, tunduk dan patuh mengerjakan semua perintah—Mu serta menjauhkan diri dari mengerjakan segala larangan-Mu”. Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunahnya bahwa Rasulullah saw pernah mengajarkan doa berikut ini:
اللهم إلف بين قلوبنا وأصلح ذات بيننا واهدنا سبل السلام ونجنا من الظلمات إلى النور وجنبنا الفواحش ما ظهر منها وما بطن وبارك لنا في أسماعنا وأبصارنا وقلوبنا وأزواجنا وذرياتنا وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم وجعلنا شاكرين لنعمتك مثنيين بها عليك وأتمها علينا
“Wahai Tuhanku, timbulkanlah rasa kasih sayang dalam hati kami, timbulkanlah perdamaian di antara kami; bimbinglah kami ke jalan keselamatan. Lepaskanlah kami dan kegelapan dan bimbinglah kami menuju cahaya yang terang. Jauhkanlah kami dan segala kekejian baik yang lahir maupun yang batin. Berkatilah kami pada pendengaran kami, pada penglihatan kami, pada hati kami, pada istri-istri kami, pada keturunan kami. Terimalah tobat kami karena sesungguhya Engkau Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. Jadikanlah kami orang yang selalu mensyukuri nikmat Engkau serta memuji-Mu, dan sempurnakanlah nikmat-Mu itu atas kami”. (H.R. Abu Daud)

Selasa, 02 November 2010

Barang Siapa Yang Berqurban Tidak Boleh Memotong Rambut Dan Kuku

Barang siapa hendak berqurban, tidak diperbolehkan bagi dia memotong rambut dan kukunya sedikitpun, setelah masuk tanggal 1 Dzulhijjah hingga shalat Ied.
Dalilnya: “Dari Ummu Salamah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya):
“Apabila kalian melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian hendak menyembelih, maka hendaknya dia menahan (yakni tidak memotong, pent) rambut dan kukunya.”(HR. Muslim No.1977).
Imam Nawawi berkata: “Maksud larangan tersebut adalah dilarang memotong kuku dengan gunting dan semacamnya, memotong rambut; baik gundul, memendekkan rambut, mencabutnya, membakarnya atau selain itu. Dan termasuk dalam hal ini, memotong bulu ketiak, kumis, kemaluan dan bulu lainnya yang ada di badan. ” (Syarah Muslim 13/138).
Berkata Ibnu Qudamah: “Siapa yang melanggar larangan tersebut hendaknya minta ampun kepada Allah dan tidak ada fidyah (tebusan) baginya, baik dilakukan sengaja atau lupa (Al-Mughni11/96).”
Dari keterangan di atas maka larangan tersebut menunjukkan haram. Demikian pendapat Said bin Musayyib, Rabiah, Ahmad, Ishaq, Daud dan sebagian Madzhab Syafiiyah. Dan hal itu dikuatkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar juz 5 hal. 112 dan Syaikh Ali hasan dalam Ahkamul iedain hal.74).
Yang dilarang untuk dipotong kuku dan rambutnya di sini adalah orang yang hendak qurban bukan hewan qurbannya.